Desember. Hai.
Apa kabar? Aku tak benar benar merindukanmu. Sungguh. Niatku hanya menyapa. Itu saja tak lebih.
Semoga kau selalu tetap bahagia, ya. Jangan luka, cukup aku saja.
Seperti dulu, sebelum, saat dan setelah (tidak lagi) bersamaku.
Entah mengapa rasa benci ku tak pernah bisa sebesar rasa ingin memilikimu.
Apa ini yang dinamakan pembodohan diri yang di atas namakan rasa 'menyayangi ? Menyakitkan rupanya. Hah. Tapi sudahlah,lupakan.
Kini kita telah menemukan bahagia sesungguhnya (sesuai dengan keinginan; itu bagimu tidak bagiku) .
Yang ku sesali dari ini sebelum kau pergi, aku tak mengucapkan kalimat 'selamat tinggal ' dengan sungguh sungguh.
Karena itulah, sampai saat ini,masih ada rasa yang menganjal tertinggal di bagian dimana saat menatapmu otomatis ada yang berdetak.
Oh kau tidak perduli ya?
Ah aku juga tidak minta kau perdulikan,sebenarnya.
Walaupun begitu, percayalah. Dari detik kau datang ,pergi hingga hari ini, kau masih yang terpilih.
Aku tau kau tidak akan perduli untuk ini. Maka dari itu, aku tak pernah mengatakan kepadamu dari saat hingga detik ini.
Rasanya lidahku kelu saat orang lain berbicara mengenai dirimu yang telah memiliki kekasih baru dan dengan begitu mudah melupakan aku.
Desember. Hai.
Aku hanya sekedar menyapa saja, lagi.
Untuk yang terakhir kali.
Niatku hanya memastikan saja,bahwa kau tidak benar benar tuli.
Untuk mu,si pemberi bahagia sekaligus luka. Desember ku yang bahagia nyata jadi luka. Semoga kita dapat kesempatan berjumpa, meski tidak saling menatap bahkan bertegur sapa.
Apa kabar? Aku tak benar benar merindukanmu. Sungguh. Niatku hanya menyapa. Itu saja tak lebih.
Semoga kau selalu tetap bahagia, ya. Jangan luka, cukup aku saja.
Seperti dulu, sebelum, saat dan setelah (tidak lagi) bersamaku.
Entah mengapa rasa benci ku tak pernah bisa sebesar rasa ingin memilikimu.
Apa ini yang dinamakan pembodohan diri yang di atas namakan rasa 'menyayangi ? Menyakitkan rupanya. Hah. Tapi sudahlah,lupakan.
Kini kita telah menemukan bahagia sesungguhnya (sesuai dengan keinginan; itu bagimu tidak bagiku) .
Yang ku sesali dari ini sebelum kau pergi, aku tak mengucapkan kalimat 'selamat tinggal ' dengan sungguh sungguh.
Karena itulah, sampai saat ini,masih ada rasa yang menganjal tertinggal di bagian dimana saat menatapmu otomatis ada yang berdetak.
Oh kau tidak perduli ya?
Ah aku juga tidak minta kau perdulikan,sebenarnya.
Walaupun begitu, percayalah. Dari detik kau datang ,pergi hingga hari ini, kau masih yang terpilih.
Aku tau kau tidak akan perduli untuk ini. Maka dari itu, aku tak pernah mengatakan kepadamu dari saat hingga detik ini.
Rasanya lidahku kelu saat orang lain berbicara mengenai dirimu yang telah memiliki kekasih baru dan dengan begitu mudah melupakan aku.
Desember. Hai.
Aku hanya sekedar menyapa saja, lagi.
Untuk yang terakhir kali.
Niatku hanya memastikan saja,bahwa kau tidak benar benar tuli.
Untuk mu,si pemberi bahagia sekaligus luka. Desember ku yang bahagia nyata jadi luka. Semoga kita dapat kesempatan berjumpa, meski tidak saling menatap bahkan bertegur sapa.
Komentar
Posting Komentar