Langsung ke konten utama

Jauh

Dear sahabatku.
Lama tak berjumpa ya?
Apa kabar?
Bagaimana keadaanmu dilingkunganmu yang masih cukup terbilang baru?
Semoga kau betah ya. Semoga kau temukan kenyamanan yang sama seperti saat  kita masih bersama dulu.
Apa sekarang kalimat rindu itu pantas kita pakai?
Kuharap begitu.
Karena semenjak jauh,aku begitu sangat merindukanmu.
Sebenarnya aku tidak merindukanmu.
Aku merindukan kebiasaan kebiasaan yang dulu sering kita lakukan bersama dan sekarang kebiasaan kebiasaan itu hanya tinggal bayangan dan kenangan.
Sering muncul ketakukan ketakutan kecil semenjak kita jauh.
Aku takut antara kau dan aku nanti, akan saling melupakan. Tapi, aku diciptakan untuk menjadi yang sulit melupakan.
Jadi, aku tak mungkin melupakanmu.
Aku harap kau pun begitu.
Ku harap kau tidak berubah ya.
Hanya karena mendapat teman dan lingkungan yang baru, kau jadi lupakan aku.
Jangan begitu.
Aku percaya, kau bukan kacang yang lupa kulitnya.
Saat kita bertemu, dulu. Ini pun tak ada dalam bayangan kita bahwa,ini akan terjadi.
Yang kita sama sama fikir ini akan lama, tapi ternyata sesingkat cerita pendek yang sering kita buat untuk tugas bahasa indonesia.
Perpisahan.
Mendengar kalimatnya saja aku sudah malas.
Jangan tanyakan, karena aku tidak mau membayangkan sesuatu apapun tentang kalimat mematikan itu.
Jurang yang memisahkan segalanya. Satu hal yang pasti, setiap pertemuan pasti ada perpisahan.
Karena semua yang "berawal dari" pasti memiliki"akhirnya". Perpisahan, adalah upacara menyambut hari hari penuh rindu. Dan ini, adalah hari hari penuh rindu yang dimaksud itu.
Kupikir, kisah tiga tahun kita ini akan lama.
Tapi ternyata itu baru aku sadari saat kita telah berada dibibir perpisahan.
Aku dan kita yang beranggapan kisah ini akan lama, tapi nyatanya hari ini, kisah itu telah selesai.
Hari ini kita telah berpisah, kita  jauh. Jauh dari pandangan. Demi sesuatu yang penting di masa depan.
Kupikir,setelah upacara perpisahan menyabut hari hari penuh rindu itu, kisah ini akan berlalu begitu saja.
Tapi nyatanya tidak.
Bayangan jalan yang sering kita lalui bersama, canda dan tawa yang kita ciptakan,kejadian demi kejadian.
Itu masih sulit aku lupa hingga detik saat aku mulai menulis dan menjadikannya kalimat.
Bukti dari ini semua adalah aku yang hingga detik ini masih terjebak dizona itu. Aku gagal lupa meski telah dapat teman disekolah baru.
Aku tak menyebut kalian teman saat suka dan duka. Karena nyatanya kalian lebih dari itu.
Kalian keluarga. Konflik pertentangan dan perbedaan pendapat yang dulu sering kita lakukan, itu hal yang paling sangat aku rindukan.
Dimana setiap pagi, kita duduk diteras kelas hanya untuk sekedar bergosip,mengerjakan PR, mengeluh kurang tidur dan masih mengantuk atau membicarakan pelajaran hari ini yang membosankan.
Aku merindukan ini semua.
Jika mampu aku putar waktu, akan kuputar waktu dimana upacara menyambut hari hari penuh rindu tak pernah ada.
Akan kuputar waktu, dimana semua ini, perpisahan ini, tak terjadi.
Andai dari awal aku dan kita memahami arti perpisahan sebenarnya itu lebih dalam dari ini.
Dari yang kita kira hanya sekedar berpisah, tapi nyatanya jalan sulit bernama rindu dan jarak ini yang kita lewati.
Kupikir kita tak akan menemui rindu rindu sesulit ini. Kupikir jarak tak akan sejauh dan semenyiksa ini.
Saat ini, yang paling sering kita bincangkan di grup obrolan hanya tentang "sebuah pertemuan".
Pertemuan yang dimana sehari saat kita bertemu dan melepas rindu itu terasa cepat berlalu.
Ini memang sudah tak aneh lagi.
Dimana saat hari membosankan terasa panjang dan hari membahagiakan terasa sebentar.
Mungkin sudah menjadi hukum alam.
Dear sahabatku.
Semoga perpisahan demi perpisahan yang membuat kita jauh ini,yang kita lewati demi masa depan ini, akan berbuah manis,nantinya.
Dari hari ini, di masa depan, kita akan ukir cerita yang lebih indah dan manis.
Kisah baru dan lebih manis memang akan selalu hadir setiap harinya namun, kisah manis masa yang lalu, apalagi tentang dirimu, sahabatku itu juga akan menjadi yang paling manis dibarisan ingatan kenangan.
Selamat dan sukses untuk segalanya yang baru.
Kita jumpa ditangga kesuksesan yang lebih tinggi. Aku menyangimu.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dulu

Hai kamu.  Apa kabar? Aku masih saja tak percaya, kau begitu tega. Mempermainkan rasa dan berlaku seolah olah tak terjadi apa apa. Aku masih saja tak percaya,kau yang diawal begitu memperjuangkanku dengan sangat, kini semua itu menjadi apa yang masih saja tak kupercaya. Aku menyukaimu. Cinta. Sayang. Apa ini yang dulu selalu kau sebut sebut? Kau katakan padaku?  Iya ini, yang setelah bertemu yang baru semuanya beda? Kau ingin dia dan melupakan aku?Iya? Begitu rupanya. Lalu, dulu mengapa aku diperjuangkan mati matian jika sekarang aku kau matikan? Mengapa dulu kau mengucap memiki rasa jika yang terjadi hari ini adalah kepahitan? Ini rasa yang kau maksud akan kau ucapkan tapi tak sempat kau selesaikan? Untuk apa kau mengajaku melangkah berdampingan jika sekarang kau sendiri jugalah yang lari dengan kencang? Apa gunanya berjanji tak akan meninggalkan jika hari ini kau sendiri yang pergi tanpa alasan? Untuk apa dulu berkata akulah satu satunya, lalu kenapa ada dia? Mengapa dulu seolah ak

Kita seharusnya tak pernah ada.

Sejak hari dimana kau memutuskan pergi,tidur malam bagiku adalah mimpi buruk yang panjang.Aku tak ingin memejamkan mata. Aku tak ingin hal yang sama terjadi lagi,semua hilang saat aku membuka mata. Masih terekam baik di ingatan,bagaimana seseorang yang kusebut sebagai alasan bahagia,kamu, pergi. Di malam itu,dengan langkah yang sama seperti saat  melangkah ke arahku,kamu gunakan langkah serupa untuk meninggalkanku. Kalau saat itu kita tetap menjadi orang asing,mungkin hubungan kita tidak akan serumit ini. Semua tidak akan sesakit ini. Tidak ada yang perlu merasa kehilangan karena ditinggalkan. Kita masih bisa dekat. Walau hanya berstatus sahabat. Kini,aku menyadari satu hal,meski dengan sangat terlambat. Memilikimu hanya akan membuat diriku menjadi orang pertama yang paling berpotensi kehilanganmu. Aku terlalu di butakan dengan rasa yang ku miliki,hingga bertindak  gegabah  dengan membalas perasaannya begitu mudah. Tanpa berfikir apakah nantinya semua ini tidak akan berubah.

Des(end)ber

Desember. Hai. Apa kabar? Aku tak benar benar merindukanmu. Sungguh. Niatku hanya menyapa. Itu saja tak lebih. Semoga kau selalu tetap bahagia, ya. Jangan luka, cukup aku saja. Seperti dulu, sebelum, saat dan setelah (tidak lagi) bersamaku. Entah mengapa rasa benci ku tak pernah  bisa sebesar rasa ingin memilikimu. Apa ini yang dinamakan pembodohan diri yang di atas namakan rasa 'menyayangi ? Menyakitkan rupanya. Hah. Tapi sudahlah,lupakan. Kini kita telah menemukan bahagia sesungguhnya (sesuai dengan keinginan; itu bagimu tidak bagiku) . Yang ku sesali dari ini sebelum kau pergi, aku tak mengucapkan kalimat 'selamat tinggal ' dengan sungguh sungguh. Karena itulah, sampai saat ini,masih ada rasa yang menganjal tertinggal di bagian dimana saat menatapmu otomatis  ada yang berdetak. Oh kau tidak perduli ya? Ah aku juga tidak minta kau perdulikan,sebenarnya. Walaupun begitu, percayalah. Dari detik kau datang ,pergi hingga hari ini, kau masih yang terpilih. Ak